Suhu dan curah hujan merupakan dua faktor lingkungan penting yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan karang. Dinamika kedua faktor tersebut terkait dengan adanya perubahan musim. Laju pertumbuhan karang-karang terumbu secara langsung proporsional terhadap suhu. Demikian pula curah hujan berkorelasi dengan densitas dari rangka karang. Adanya variasi dari kedua faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan laju pertumbuhan karang-karang terumbu di antara lokasi dan musim yang berbeda (Buddemeier dan Kinzie, 1976; Hubbard, 1997).
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis laju pertumbuhan karang, yaitu: (1) Metode Real Time, berupa pengukuran langsung terhadap panjang, luasan, volume, bobot, dan laju kalsifikasi karang dalam suatu unit waktu; dan (2) Metode Retrospective, dengan teknik radiometri (menggunakan sinar-x atau ultra violet) untuk membaca pola-pola pertumbuhan tahunan yang terekam pada bagian epiteka dari rangka karang. Garis pertumbuhan yang terekam pada rangka karang tersebut akan memperlihatkan pola yang berbeda menurut musim (Buddemeier dan Kinzie, 1976).
Pertumbuhan karang memperlihatkan variasi dalam skala waktu (hari ke minggu, minggu ke bulan, musim ke tahun). Variasi pertumbuhan tersebut menyebabkan data laju pertumbuhan yang diperoleh melalui pendekatan real time untuk memprediksi laju pertumbuhan tahunan seringkali berbias. Oleh karena itu metode Retrospective dengan teknik sinar-x dapat melengkapi hasil-hasil pengukuran laju pertumbuhan karang. Melalui metode ini, juga dapat dilakukan kajian tentang keterkaitan pertumbuhan karang dengan faktor lingkungan (faktor oseanografi atau iklim).
Hasil foto sinar-x memperlihatkan perbedaan kerapatan (densitas) kerangka kapur karang pada musim hujan dan musim kemarau. Densitas pada musim hujan terwakili dengan warna gelap (high density band=HD band) dan densitas musim kemarau dengan warna terang (low density band=LD band). Untuk menghitung laju pertumbuhan tahunan dilakukan dengan cara:
- Menentukan garis pertumbuhan tahunan karang.
- Menarik garis tegak lurus terhadap garis pertumbuhan dari titik axial growth.
- Menghitung jarak dari titik tengah HD band satu dengan titik HD band terdekat melalui garis tegak lurus yang menunjukkan pertumbuhan tahunan (mm) yang terjadi dari pertengahan musim hujan sampai pertengahan musim hujan tahun berikutnya.
Analisis laju pertumbuhan selama 8 tahun antar lokasi dilakukan dengan analisis ragam satu arah (one way ANOVA) dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata menurut metode Bonferroni.
Data iklim merupakan data sekunder yang diperoleh dari Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah IV Makassar. Data yang dicatat adalah suhu udara dan curah hujan yang terjadi selama 8 tahun terakhir dari Februari 1994 sampai Januari 2002. Analisis hubungan antara laju pertumbuhan tahunan dengan suhu udara dan curah hujan dilakukan berdasarkan lokasi dan gabungan dari ketiga lokasi dengan teknik analisis regresi berganda, mengikuti persamaan:
Yi = a + b1 X1i + b 2 X2i
dimana: Yi = rata-rata laju pertumbuhan tahunan pada tahun ke-i; a dan b = koefisien regresi; X1i = rata-rata suhu udara (oC) pada tahun ke-i; dan X2i = rata-rata curah hujan (mm) pada tahun ke-i.
Untuk mengetahui peubah bebas yang memberi pengaruh nyata (suhu udara dan/atau curah hujan) terhadap laju pertumbuhan karang dilakukan pengujian koefisien regresi (b1 dan b2) dengan uji-t.
Laju pertumbuhan yang diperoleh memperlihatkan variasi menurut waktu dan lokasi. Laju pertumbuhan terendah terjadi di Pulau Lae-Lae (8,4-10,2 mm/tahun), sedangkan paling tinggi di Pulau Samalona (10,6-12,0 mm/tahun). Secara umum, laju pertumbuhan di ketiga lokasi penelitian memperlihatkan kecenderungan yang hampir sama. Periode Februari 1994–Januari 1997 merupakan periode dengan laju pertumbuhan minimum, terkait dengan suhu udara rendah dan curah hujan tinggi.
Hal yang menarik, fenomena alam El Nino dan La Nina pada tahun 1997–1998 yang terjadi secara global pada berbagai wilayah ternyata tidak terjadi di lokasi penelitian ini. Fenomena ini dibuktikan dengan data pertumbuhan yang tidak menunjukkan adanya anomali laju pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, hal yang sama juga ditunjukkan oleh data suhu udara dan curah hujan yang memperlihatkan tidak adanya perubahan yang berarti pada tahun-tahun tersebut.
Laju pertumbuhan karang di Pulau Samalona memiliki laju terbesar dari ketiga lokasi penelitian. Kondisi lingkungan yang bagus, seperti kecerahan tinggi (mencapai 100%) diduga ikut menunjang pertumbuhan karang yang baik di daerah ini. Perairan yang jernih merupakan media yang baik untuk pertumbuhan karang, penetrasi cahaya yang dapat mencapai dasar perairan akan menjamin ketersediaan cahaya matahari. Cahaya matahari yang cukup diperlukan untuk proses fotosintesis zooxanthella. Aktivitas fotosintesis yang optimal dengan sendirinya memacu pertumbuhan karang (kalsifikasi), dalam hal ini meningkat sejalan dengan penurunan konsentrasi CO2 akibat proses fotosintesis tersebut (Goreau dan Goreau, 1959; Boaden dan Seed, 1985).
Daratan pulau yang belum stabil dan tingginya aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bius diduga sebagai alasan mengapa pertumbuhan karang di Pulau Bone Batang lebih rendah dari Pulau Samalona. Perubahan garis pantai yang terjadi setiap musim membuat butiran sedimen tersuspensi. Butiran sedimen ini jelas mempengaruhi penetrasi cahaya ke dasar perairan sehingga proses fotosintesis dari zooxanthella dapat terganggu. Selain itu endapan sedimen pada permukaan koloni karang juga memberi pengaruh negatif terhadap pertumbuhan karang.
Secara umum rata-rata laju pertumbuhan tahunan di ketiga pulau berkisar 9,9-11,1 mm/tahun. Menurut Buddemeier dan Kinzie (1976), laju pertumbuhan karang masif yang berkisar 10-12 mm/tahun tergolong pertumbuhan yang maksimum. Berdasarkan kriteria tersebut, dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan karang di perairan Pulau Lae-Lae tumbuh dalam laju yang normal, sedangkan di Pulau Samalona dan Bone Batang pertumbuhan karangnya masih dalam laju yang maksimum. Meskipun pertumbuhan karang di perairan Pulau Lae-Lae masih dalam laju yang normal, namun sudah terindikasi mengalami tekanan jika dibandingkan dengan pulau-pulau yang terletak lebih jauh dari daratan utama. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan pengelolaan untuk menjamin pertumbuhan karang di Pulau Lae-Lae, seperti mencegah siltasi yang ekstrim di muara Sungai Jeneberang dan penanganan limbah perkotaan sebelum masuk ke perairan Pantai Losari dan sekitarnya.
Hasil analisis hubungan antara laju pertumbuhan karang dengan suhu udara dan curah hujan yang dilakukan pada setiap pulau dan gabungan ketiga pulau disajikan pada Tabel 3.Melalui persamaan regresi yang dianalisis selama 8 tahun, diketahui bahwa peningkatan suhu udara akan meningkatkan laju pertumbuhan (berkorelasi positif), sedangkan peningkatan curah hujan akan menurunkan laju pertumbuhan (berkorelasi negatif). Terlihat bahwa terjadi korelasi yang kuat antara laju pertumbuhan dengan suhu udara dan/atau curah hujan pada lokasi penelitian dengan nilai R berkisar 0,831-0,931. Nilai minimum koefesien determinasi (0,690) diperoleh di Pulau Samalona menunjukkan bahwa minimum sekitar 69% dari keragaman laju pertumbuhan karang dapat dijelaskan dengan model regresi yang digunakan.
Jokiel, P. L. & S. L. Coles. 1977. Effects of temperature in the mortality and growth of Hawaiian reef corals. Mar. Biol., 43: 201–208.
Jompa, J. 1996. Monitoring and assessment of coral reef in South Sulawesi Indonesia. Thesis. McMaster University, Hamilton, Canada.
Lifu, I. 2001. Estimasi BOD di sekitar Pantai Losari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Unhas, Makassar.
Sammarco, P. W., J. C. Coll, S. LaBarre & B. Willis. 1983. Competitive strategies of soft corals (Coelenterata: Octocorallia): allelopathic effects on selected Scleractinian corals. Coral Reef, 1: 173–178.
Suharsono. 1984. Pertumbuhan karang. Oseana, IX(2): 41–48.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.